10 April 1815, Gunung Tambora atau Tomboro adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), Indonesia, meletus untuk keempat kalinya, dengan letusan yang maha dahsyat.
Gunung ini terletak di 2 Kabupaten. Yaitu, Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara).
Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan, bahwa gunung Tambora telah meletus 3 kali sebelum letusan tahun 1815. Tetapi besarnya letusan tidak diketahui.
Perkiraan ketiga letusannya, terjadi pada tahun-tahun berikut:
– Letusan pertama: 39.910 sebelum Masehi ± 200 tahun
– Letusan kedua: 3.050 sebelum Masehi
– Letusan ketiga: 740 ± 150 tahun.
Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama. Masing-masing letusan memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk letusan ketiga. Pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik.
Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada bulan April tahun 1815. Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 × 1011 meter kubik.
Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa, kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera. Letusan keempat ini mempengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815.
Pada saat letusan terjadi, beberapa orang Belanda yang berada di Surabaya mencatat dalam buku hariannya, mengaku mendengar letusan tersebut. Juga beberapa orang di benua Australia bagian Barat Laut.
Mereka mengira itu hanyalah suara gemuruh guntur karena tiba-tiba muncul awan mendung yang membuat redupnya sinar matahari. Namun mereka tidak yakin karena yang mereka yakini awan, ternyata adalah asap dan debu vulkanis.
Dan yang turun ke bumi bukanlah air melainkan debu dan kerikil kecil. Letusan Gunung Tambora merupakan letusan gunung terdahsyat sepanjang masa yang pernah tercatat.
Pada saat gunung Tambora meletus, daerah radius kurang lebih 600 km dari gunung Tambora gelap gulita sepanjang hari, hampir seminggu lamanya. Letusan yang terdengar melebihi jarak 2.000 km, dan suhu Bumi menurun hingga beberapa derajat yang mengakibatkan bumi menjadi dingin akibat sinar matahari terhalang debu vulkanis selama beberapa bulan.
Sehingga berdampak juga ke daerah Eropa & Amerika Utara mengalami musim dingin yang panjang. Sedangkan Australia dan daerah Afrika Selatan turun salju di saat musim panas. Peristiwa ini dikenal dengan “The Year Without Summer”, atau tahun tanpa musim panas.
Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus tahun 1819, dengan adanya letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai bagian dari letusan tahun 1815. Letusan ini masuk dalam skala kedua pada skala VEI.
Sekitar tahun 1880 (± 30 tahun), Tambora kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera. Letusan ini membuat aliran lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk kawah baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.
Gunung Tambora masih berstatus aktif. Kubah lava kecil dan aliran lava masih terjadi pada lantai kaldera pada abad ke-19 dan abad ke-20. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1967, yang disertai dengan gempa, dan terukur pada skala 0 VEI, yang berarti letusan terjadi tanpa disertai dengan ledakan.
Total volume yang dikeluarkan Gunung Tambora, saat meletus hebat 200 tahun silam mencapai 150 kilometer kubik atau 150 miliar meter kubik. Deposit jatuhan abu yang terekam hingga sejauh 1.300 kilometer dari sumbernya.
Peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Igan Supriatman Sutawidjaja, dalam tulisannya, ”Characterization of Volcanic Deposits and Geoarchaeological Studies from the 1815 Eruption of Tambora Volcano”, menyebutkan, distribusi awan panas diperkirakan mencapai area 820 kilometer persegi.
Jumlah total gabungan awan panas (Piroklastik) dan batuan totalnya 874 kilometer persegi. Ketebalan awan panas rata-rata 7 meter, tetapi ada yang mencapai 20 meter.
Ahli botani Belanda, Junghuhn, dalam ”The Eruption of G Tambora in 1815”, menulis, 4 tahun setelah letusan, sejauh mata memandang adalah batu apung. Pelayaran terhambat oleh batuan apung berukuran besar yang memenuhi lautan.
Segala yang hidup telah punah. Bumi begitu mengerikan dan kosong. Junghuhn membuat deskripsi itu berdasarkan laporan Disterdijk yang datang ke Tambora pada 16 Agustus 1819 bersama The Dutch Residence of Bima.
Letusan Tambora memang dahsyat, bahkan terkuat yang pernah tercatat dalam sejarah manusia modern. Magnitudo letusan Tambora, berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI), berada pada skala 7 dari 8, hanya kalah dari letusan Gunung Toba (Sumatera Utara), sekitar 74.000 tahun lalu, yang berada pada skala 8.
Letusan gunung Tambora juga tercatat sebagai letusan gunung yang paling mematikan.
Jumlah korban tewas akibat gunung ini sedikitnya mencapai 71.000 jiwa, tapi sebagian ahli menyebut angka 91.000 jiwa.
Sebanyak 10.000 orang tewas secara langsung akibat letusan dan sisanya karena bencana kelaparan dan penyakit yang mendera.
Jumlah ini belum termasuk kematian yang terjadi di negara-negara lain, termasuk Eropa dan Amerika Serikat, yang didera bencana kelaparan akibat abu vulkanis Tambora yang menyebabkan tahun tanpa musim panas di dua benua itu. Bahkan di Eropa, Napoleon Bonaparte kalah perang karena efek dari gunung Tambora ini.
Berikut ringkasan laporan kesaksian saat letusan Gunung Tambora terjadi, yang disarikan dari ”Transactions of The Batavian Society”, Vol VIII, 1816, dan dan ”The Asiatic Journal”, Vol II, Desember 1816.
Sumanap (Sumenep), 10 April 1815
Sore hari tanggal 10, ledakan menjadi sangat keras, salah satu ledakan bahkan mengguncang kota, laksana tembakan meriam.
Menjelang sore keesokan harinya, atmosfer begitu tebal sehingga harus menggunakan lilin pada pukul 16.00.
Pada pukul 19.00 tanggal 11, arus air surut, disusul air deras dari teluk, menyebabkan air sungai naik hingga 4 kaki dan kemudian surut kembali dalam waktu 4 menit.
Baniowangie (Banyuwangi), 10 April 1815
Pada tanggal 10 April malam, ledakan semakin sering mengguncang bumi dan laut dengan kejamnya. Menjelang pagi, ledakan itu berkurang dan terus berkurang secara perlahan hingga akhirnya benar-benar berhenti pada tanggal 14.
Fort Marlboro (Bengkulu), 11 April 1815
Suaranya terdengar oleh beberapa orang di permukiman ini pada pagi hari tanggal 11 April 1815.
Beberapa pemimpin melaporkan adanya serangan senjata api yang terus-menerus sejak fajar merekah. Orang-orang dikirim untuk penyelidikan, tetapi tidak menemukan apa pun.
Suara yang sama juga terdengar di wilayah-wilayah Saloomah, Manna, Paddang, Moco-moco, dan wilayah lain. Seorang asing yang tinggal di Teluk Semanco menulis, sebelum tanggal 11 April 1815 terdengar tembakan meriam sepanjang hari.
Besookie (Besuki, Jawa Timur), 11 April 1815
Kami terbungkus kegelapan pada 11 April, sejak pukul 16.00 sampai pukul 14.00 pada 12 April. Tanah tertutup debu setebal 2 inci. Kejadian yang sama juga terjadi di Probolinggo dan Panarukan, terus sampai di Bangeewangee (Banyuwangi) tertutup debu setebal 10-12 inci. Lautan bahkan lebih parah akibat dari letusan tersebut. Suara letusan terdengar sampai sejauh 600-700 mil.
Grissie (Gresik, Jawa Timur), 12 April 1815
Pukul 09.00, tidak ada cahaya pagi. Lapisan abu tebal di teras menutupi pintu rumah di Kradenan. Pukul 11.00 terpaksa sarapan dengan cahaya lilin, burung-burung mulai berkicau mendekati siang hari.
Jam 11.30 mulai terlihat cahaya matahari menembus awan abu tebal. Pukul 05.00 sudah semakin terang, tetapi masih tidak bisa membaca atau menulis tanpa cahaya lilin.
Tidak ada seorang yang ingat ataupun tercatat dalam tradisi erupsi yang sedemikian besar.
Ada yang melihat kejadian itu sebagai transisi kembalinya pemerintahan yang lama. Lainnya melihat kejadian itu dari sisi takhayul dan legenda, bahwa sedang ada perayaan pernikahan Nyi Loro Kidul (Ratu Kidul) yang tengah mengawini salah satu anaknya.
Maka dia tengah menembakkan artileri supernaturalnya sebagai penghormatan. Warga menyebut abu yang jatuh berasal dari amunisi Nyi Loro Kidul.
Makassar, 12-15 April 1815
Tanggal 12-15 April udara masih tipis dan berdebu, sinar matahari pun masih terhalang. Dengan sedikit dan terkadang tidak ada angin sama sekali. Pagi hari tanggal 15 April, kami berlayar dari Makassar dengan sedikit angin.
Di atas laut terapung batu-batu apung, dan air pun tertutup debu. Di sepanjang pantai, pasir terlihat bercampur dengan batu-batu berwarna hitam, pohon-pohon tumbang. Perahu sangat sulit menembus Teluk Bima, karena laut benar-benar tertutup. ** – KOBARKSB.com –
About The Author
Trending di KOBARKSB.com
- 83Tak terasa, sudah 13 tahun sebuah surat kabar lokal mewarnai perjalanan sejarah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Ide berdirinya surat kabar ini, berawal dari bertemunya sekelompok anak muda yang peduli akan kelangsungan pembangunan di KSB yang baru terbentuk. Pada minggu pertama bulan Nopember 2006, mereka berkumpul membahas kondisi arus informasi dan…
- 80Jakarta, KOBAR - Ramadhan tahun ini masih dalam suasana pandemi Covid-19. Oleh karena itu, Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan surat edaran terkait Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1442 H/2021 M. Surat edaran ini ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Ketua Badan Amil Zakat Nasional, Kepala Kankemenag Kab/Kota, dan Kepala Unit…
- 78Sekongkang, KOBAR - Harapan sejumlah tokoh untuk memindahkan emas dari perut bumi Sumbawa Barat ke otak generasi milenial, nampaknya hanya akan menjadi impian belaka. Bagaimana tidak, sebuah perusahaan multinasional yang kini tengah mengeruk emas dan tembaga di Batu Hijau, dianggap pelit soal urusan pengembangan dunia pendidikan di Sumbawa Barat. Sikap…
- 77Taliwang, KOBAR - Untuk memacu kegiatan dan program pembangunan yang berlangsung, Bupati Sumbawa Barat, Dr Ir H W Musyafirin MM, meminta Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkup pemerintahan setempat untuk mampu berinovasi. Hal tersebut perlu dilakukan, agar SKPD tidak hanya melaksanakan tugas pokok saja. Tapi diharap mampu berkontribusi…
- 76Kasus perceraian Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemkab Sumbawa Barat terbilang cukup tinggi. Bagaimana tidak, kurun waktu bulan Januari hingga Oktober 2016 ini tercatat ada sekitar 17 orang ASN yang terancam mengalami kegagalan membina rumah tangga dan telah mengajukan surat gugatan cerai ke Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BK-Diklat)…
- 75Taliwang, KOBAR - Sehari sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, Kepolisian Resort (Polres) Sumbawa Barat menggelar konferensi pers tentang hasil operasi pekat yang dilakukan di wilayah hukum Sumbawa Barat beberapa hari terakhir. “Selama kurun waktu 2 minggu terakhir, kami sudah melakukan penangkapan dan penindakan sebanyak 5 kasus tindak pidana, berupa kasus…
Eksplorasi konten lain dari KOBARKSB.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.