Pemberlakuan lima hari kerja baru bagi jajaran pengawai di lingkup pemerintahan Sumbawa Barat kini mulai menuai kritik dari masyarakat. Mengapa ? jawabannya sederhana karena dinilai minusnya lebih besar dari plusnya.
Lima hari kerja baru pengawai, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mengatur hari Senin aktifitas kerja dimulai pukul 07.00 hingga pukul 16.00. Sedangkan untuk hari Selasa, Rabu dan Kamis, aktifitas aparatur dimulai jam 08.00 hingga pukul 16.00. sementara hari Jum’at aktifitas dimulai dengan olahraga pada pukul 06.30-07.30. Bedanya, pukul 07.30-08.30 dihari jum’at waktu istrahat, dilanjutkan pada pukul 08.30-16.00 aktivitas untuk pelayanan publik.
Kendati belum ada hasil survey yang menunjukkan pro dan kontra pemberlakuan limahari kerja baru bagi pengawai Pemerintahan Sumbawa Barat, tetapi di tengah masyarakat kini mulai mempersoalkan hari kerja baru tersebut.
Redaksi KOBAR sengaja menulisnya dalam Tajuk, karena merasa berkewajiban moral untuk mendudukkan persoalan lima hari kerja itu sebagai produk yang perlu dikritisi.
Setidaknya ada tiga alasan mendasar limahari kerja baru untuk direvisi kembali.
Mulai dari alasan pertimbangan ekonomis, disiplin dan hubungan keluarga.
Bagi masyarakat, pemberlakuan limahari kerja bagi penyelenggaraan pemerintahan tidak otomatis membuat pengawainya semua disiplin, karena di hari kelima banyak pengawai pulang lebih awal agar liburannya lebih panjang dan urusan lainnya. Tetapi kalau diselidiki, belum tentu semua alasannya demikian. Paling tidak karena limahari kerja telah mengekangnya. Mereka bekerja tidak enjoy, tetapi tunduk di bawah perintah. Model bekerja seperti tidak akan melahirkan kreatifitas bagi pengawai.
Kedua alasan keluarga. Banyak keluarga yang suaminya bekerja di sektor swasta mengeluh, karena waktu makan siang bersama anak dan keluarganya hilang. Padahal, waktu makan siang tempat curhat dan memberi kasih sayang terhadap buah hatinya. Namun,limahari kerja baru telah merampas kebersamaan keluarganya. Anaknya seolah-olah tumbuh bebas tanpa kontrol sang ibu, karena sebagian besar waktu diambil oleh kantornya.
Para bisnismen itu merasa pemerintah untuk meninjau ulang pemberlakuan jam kerja baru tersebut, sebab dinilai telah berada di ambang batas toleransi keluarga. Kalau di kota besar seperti Jakarta, pemberlakuan kerja seperti pantas diberlakukan. Sebab, lingkungannya mendukung.
Alasan lain pemberlakuan limahari kerja dinilai tidak mendukung pertumbuhan ekonomi lokal terutama pada sektor pertumbuhan kos-kosan dan belanja lokal, karena para aparatur akan selalu berada di luar KSB setelah hari kerja Jum’at. Kondisi ini bertentangan dengan harapan Bupati KSB sendiri menginginkan agar keberadaan PNS luar daerah dapat memberikan pengaruh ekonomi positif.
Sampai di sini sebaiknya pemerintah perlu mereset ulang jam kerja tersebut. Kalau tidak percaya, silakan dipolling apakah banyak yang setuju jam kerja baru itu diberlakukan. Mengapa perlu dipolling agar Pemda tidak egois dalam penetapan sebuah kebijakan. Namun, yang pasti plusnya lebih rendah dibandingkan minusnya lima hari kerja baru tersebut. Allahu alam. [*]