“LINKKAR Produksi Film Pendek, Kampanye Cegah Perkawinan Anak”
Mataram, KOBAR – Perkawinan anak menjadi masalah serius di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya selama pandemi Covid-19. Menurut data Lembaga Analisis dan Kajian Kebudayaan Daerah (LINKKAR), tercatat ada 148 kasus perkawinan anak yang terjadi di wilayah NTB selama masa pandemi Covid-19.
“Faktor-faktor seperti persoalan keterbatasan ekonomi, dekadensi moral, perkembangan teknologi, tekanan sosial budaya, dan rendahnya kesadaran hukum, serta tekanan psikologi akibat pandemi, menjadi beberapa penyebab tingginya angka perkawinan anak di NTB,” beber Amilan Hatta, Direktur Eksekutif Lembaga Analisis dan Kajian Kebudayaan Daerah (LINKKAR), kepada awak media ini, Selasa, (31/8).
Menurutnya, selain faktor ekonomi hingga psikologi, terdapat beberapa faktor lain yang yang menjadi penyebab tingginya angka perkawinan anak di NTB, seperti, tingkat pendidikan masyarakat, agama, ketidaksetaraan gender, regulasi, serta geografis.
“Tak kurang dari 148 kasus perkawinan anak yang terjadi di wilayah NTB selama masa pandemi ini. Faktor agama, pendidikan, ketidaksetaraan gender, regulasi, hingga geografis juga menjadi beberapa penyebab tingginya angka perkawinan anak,” tukasnya.
Untuk menekan angka perkawinan anak di NTB, jelasnya, lembaganya bersama dengan Rajasua Production, yang didukung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, akan memproduksi beberapa film pendek sebagai bahan kampanye pencegahan perkawinan anak di NTB.
“Tidak adanya arahan jelas serta kurangnya edukasi terhadap anak selama pandemi, menjadi salah satu alasan terbesar yang mendorong peningkatan perkawinan anak di NTB. Untuk itu, kami akan membuat beberapa film pendek tentang anak, yang selanjutnya akan menjadi bahan sosialisasi dan kampanye perlindungan anak di berbagai platform media sosial,” tandas Amilan Hatta.
Sementara itu, Dr Ulfah Mawardi MPd, Staf Khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada kesempatan yang sama, menjelaskan tentang perubahan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974, menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019, tentang Perkawinan. Dimana pada UU yang baru terdapat perubahan aturan tentang usia anak, baik laki-laki maupun perempuan yang dapat melakukan perkawinan.
“Tahun 2019 sudah direvisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang usia minimal wanita dan pria yang akan kawin harus berumur minimal 19 tahun. Hal ini dilakukan untuk mencegah tingginya kasus perkawinan anak. Dimana sebanyak 4,8 persen perempuan usia 20-24 tahun menikah sebelum umur 18 tahun. Jadi memang sangat rentan sekali,” ujar Ulfah.
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tambahnya, bahwa 53 persen perkawinan di bawah usia 18 tahun menyebabkan terjadinya mental disorder, depresi, membuat meningkatnya angka stunting, serta menyebabkan munculnya KDRT yang berujung pada perceraian.
“Data KemenPPPA, 53 persen perkawinan di bawah 18 tahun menyebabkan terjadinya mental disorder, depresi, meningkatkan angka stunting hingga 30-40 persen. Bahkan menyebabkan munculnya KDRT yang berujung perceraian,” tutup Ulfah Mawardi. (ksup)
About The Author
Trending di KOBARKSB.com
- 37Erick Thohir: Pelanggan 900 VA Dapat Diskon 50% Jakarta, KOBARKSB.com - Pemerintah memastikan subsidi listrik untuk masyarakat tetap berlanjut pada tahun 2021. Subsidi ini merupakan bagian dari usaha pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN),…
- 36Mataram, KOBARKSB.com - 100 orang dari 18 negara dan 5 benua, dilaporkan telah berada di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), untuk mengikuti event internasional pertama di NTB sejak pandemi Covid-19. Yaitu, HK Endurance Challenge 2021, Lombok Series, yang akan berlangsung hari ini, Minggu, 17 Oktober 2021. HK Endurance Challenge merupakan…
- 35Pemerintah melalui PLN, dilaporkan masih memberikan subsidi listrik berupa token listrik gratis hingga akhir tahun 2020. Token listrik gratis dan diskon listrik, merupakan program stimulus bagi rumah tangga yang terkena dampak Covid-19. Program ini akan berakhir bulan ini, dan belum ada penjelasan apakah masih akan dilanjutkan tahun depan. Token listrik…
- 35Jakarta, KOBAR - Hasil riset Bank Dunia menyatakan, bahwa angka putus sekolah di Indonesia tahun 2021 meningkat sebesar 1,12 persen. Dimana angka tersebut merupakan 5 kali lipat dari angka anak putus Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2019. Bank Dunia memperkirakan, saat ini di Indonesia ada 118.000 orang anak usia SD…
- 34Mataram, KOBAR - Mengingat tren kasus Covid-19 yang belum mengalami penurunan, maka Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat kembali diperpanjang hingga tanggal 25 Juli 2021. PPKM Darurat, mau tidak mau harus diakui telah membuat sejumlah UMKM dan para pedagang kecil menderita. Untuk itu, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr H…
- 34Jakarta, KOBAR - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 memproyeksi pandemi Covid-19 di Indonesia akan berubah menjadi endemi pada tahun 2022 mendatang. Endemi merupakan keadaan atau kemunculan suatu penyakit yang konstan atau penyakit tersebut biasa ada di dalam suatu populasi atau area geografis tertentu. Meskipun demikian, Wiku Adisasmito, Juru Bicara Satgas…
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.