Siapa tak kenal Haji Agus Salim? Tokoh pergerakan sekaligus diplomat ulung yang pernah dimiliki oleh Republik ini dikenal sebagai pakar bersilat lidah nan tak ada duanya. Bayangkan saja, seorang Ngo Dinh Diem (mantan Perdana Menteri Vietnam Selatan) yang dikenal sebagai pemimpin paling cerewet di Perserikatan Bangsa-Bangsa, pernah dibuatnya membisu saat coba-coba mengajak The Grand Old Man (julukan Bung Karno untuk Haji Agus Salim) berdebat dalam bahasa Prancis.
Namun jauh sebelum kejadian tersebut, ada seorang anak muda yang pernah “dikerjain” oleh Pak Haji satu ini. Namanya Sjahrir, tokoh sosialis yang kelak menjadi salah satu founding fathers negara ini. Ceritanya, suatu hari Bung Sjahrir bersama kawan-kawannya mendatangi sebuah rapat yang menghadirkan Haji Agus Salim sebagai pembicara utamanya. Tujuan mereka tak lain hanya ingin “mengacaukan” rapat tersebut. Maklum sebagai anak-anak muda, mereka lagi “genit-genit”nya secara intelektual.
Setiap Haji Agus Salim yang memiliki jenggot kambing itu bicara, maka anak-anak muda sosialis radikal yang lebih simpati kepada Semaun (tokoh Sarekat Rakjat, pesaing Sarekat Islam pimpinan Tjokroaminoto) tersebut serempak menyahutinya dengan suara: “embeeekkkkkk”. Satu kali didiamkan. Dua kali masih dicuekin. Begitu kali ketiga, embikan berjamaah itu terdengar, tiba-tiba Haji Agus Salim mengangkat tangan seraya berkata:
“Tunggu sebentar. Bagi saya, adalah suatu hal yang sangat menyenangkan bahwa kambing-kambing pun berkenan datang ke ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Hanya sayang sekali, mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga menyela dengan cara yang kurang pantas. Jadi saya sarankan, agar sementara, mereka tinggalkan ruangan ini untuk sekadar menikmati rumput di lapangan. Sesudah pidato yang saya tujukan kepada manusia ini selesai, silakan mereka kembali masuk dan saya akan pidato dalam bahasa kambing khusus untuk mereka. Perlu diketahui, dalam Islam, kambing pun memiliki haknya sendiri. Karena saya menguasai banyak bahasa, maka saya akan memenuhi hak mereka.”
Demi mendengar kata-kata Haji Agus Salim itu, orang-orang yang hadir di sana bergemuruh dalam tawa. Adapun Sjahrir dan kawan-kawannya, alih-alih meninggalkan ruangan, mereka yang seolah-olah menjadi “sekelompok badut” itu terpaksa harus “menikmati” ejekan masal itu dalam muka merah padam.
“Kendati kami tak menghentikan “perlawanan” kepadanya, tetapi sejak saat itu, untuk kembali mencemoohnya kami sama sekali tak pernah melakukannya lagi,”ujar Sjahrir seperti dikisahkan kepada Jef Last (tokoh sosialis Belanda) dalam Seratus Tahun Hadji Agus Salim.
Namun menurut Profesor Emil Salim (salah satu keponakan Haji Agus Salim), di Yogyakarta, pamannya tersebut pernah kena batunya. Suatu kali Haji Agus Salim naik andong menuju suatu tempat. Di tengah jalan, tiba-tiba para penumpang andong mencium bau tak sedap dari bagian belakang kuda penarik andong tersebut. Spontan Haji Agus Salim berkata: “Wah…Kudanya masuk angin!” Mendengar ucapan Haji Agus Salim, si sais andong menukas secara cepat: “Bukan masuk angin, keluar angin..” Si Jago Silat Lidah pun sontak terdiam. [hendijo]
About The Author
Eksplorasi konten lain dari KOBARKSB.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.