Bandung, KOBAR – Meski terkesan sepele, membagikan bukti percakapan atau tangkapan layar (Screenshot) ke publik di media sosial, bisa berakibat fatal dan berujung penjara.
“Screenshot percakapan tidak boleh dilakukan. Membagikan screenshot percakapan ke publik sebaiknya dihindari. Apalagi jika percakapan yang bersifat pribadi. Bukan hanya dari sudut pandang hukum, tetapi juga menyangkut etika bermedia sosial,” kata Dr Sinta Dewi LLM, pakar hukum siber Universitas Padjadjaran, Minggu, (17/1).
Pengguna medsos yang kerap membagikan screenshot percakapan ke publik mesti hati-hati. Pasalnya, aktivitas sepele ini bisa menjadi kasus hukum jika lawan bicara tidak menerima adanya unggahan tersebut dan mengajukan gugatan. Ini dimungkinkan, karena screenshot tersebut mengandung unsur-unsur data pribadi seseorang.
“Tangkapan layar tersebut bisa menjadi alat bukti yang sah, jika percakapan yang dilakukan antar pribadi, serta tidak ada kesepakatan untuk mempublikasi percakapan,” jelas Sinta.
Selain dilarang untuk menyebarluaskan bukti percakapan, pengguna media sosial juga jangan asal membagikan nomor telepon ke orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Karena itu, jika ingin membagikan nomor kontak kepada orang lain, maka wajib untuk melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada pemilik nomor.
“Kalau yang bersangkutan membolehkan, silakan dibagi. Kalau tidak, jangan dibagi,” tandas Sinta.
Ia juga mengingatkan, agar para pengguna media sosial tidak asal membagikan postingan atau informasi. Wajib diteliti terlebih dahulu validitas sumber informasinya sebelum dibagi.
“Untuk itu, penting bagi pengguna media sosial untuk memiliki kemampuan literasi digital. Agar terhindar dari penyebaran hoaks,” tutup Dr Sinta Dewi LLM. (knda)